Senin, 30 Juni 2014
TIGA HAL DALAM MENJALIN CINTA
Menjalin cinta itu mencakup pada tiga hal, cara, alasan, dan niat. Banyak anak manusia merasakan cinta itu sebagai penderitaan, bahkan ada yang menganggap cinta itu permainan. Seseorang yang menderita karena cinta, karena dia tidak memahami cara mewujudkan cinta, alasannya sembarangan, niatnya tidak jelas. Seseorang dianggap mempermainkan cinta bisa dinilai dari cara menunjukkan cintanya, alasan dan niatnya sebatas asyik-asyikan saja.Cara, alasan, dan niat sangat menentukan dalam menjalin cinta. Cinta sejati, cinta hakiki, cinta suci, cinta mulia, dan cinta yang sempurna, semua ini bisa diraih dengan ketentuan tiga hal tersebut. Sebaliknya, ketika caranya salah, alasannya sembarangan, niatnya tidak jelas apalagi sekedar asyik-asyikan, cinta hanya akan menjadi penderitaan, penyeselan, dan permainan.Akibatnya, tidak sedikit remaja yang menjalin cinta terjebak pada lembah keterpurukan. Mereka merasa menyesal pada cinta yang mereka jalin. Mereka menganggap cinta membuat dirinya menderita. Padahal, cinta tidak memiliki salah apa-apa. Yang salah adalah dirinya yang tidak mengerti bagaimana menunjukkan cinta, bagaimana menjalani cinta, bagaimana mengarahkan cinta, bagaimana meresapi cinta, dan bagaimana membuktikan cinta.Islam dengan ajarannya, selalu membimbing pemeluknya dengan aturan dan ketentunnya. Tidak ada dalam setiap lini kehidupan, Islam melepas pemeluknya melakukan sesuatu dalam kehidupan dengan sekehendaknya sendiri, atau membiarkan pemeluknya begitu saja melakukan banyak hal. Mulai dari dihembuskannya nafas seorang hamba sampai pada titik akhir nafas berhembus, Islam memberikan aturan dan ketentuan pada hambanya sebagai bekal menjalani hidup dengan baik dan bijak, guna menjadi hamba yang sejati di hadapan-Nya.Dalam cinta, Islam juga membimbing pemeluknya bagaimana menjalani cinta. Tentu, yang dimaksud di sini adalah cinta antar lawan jenis. Sepertinya, masih banyak orang menganggap bahwa Islam tidak memiliki konsep dalam menjalani cinta antar lawan jenis. Sehingga, ada yang mengatakan, buat apa menjalin cinta? Mungkin pengingkaran ini didasarkan pada cara yang biasa dilakukan oleh banyak orang ketika menjalani cinta.Islam sendiri tidak pernah menghukumi cinta. Tidak ada aturan atau ketentuan cinta hukumnya wajib, sunnah, mubah, makruh, apalagi haram. Merasakan cinta merupakan fitrah manusia yang kehadirannya tidak bisa disengaja atau dibuat-buat, apalagi dipaksa. Cinta begitu saja muncul.Cinta antar lawan jenis hadir di saat manusia beranjak remaja. Ketika itulah, remaja mengalami masa-masa proses pendewasaan logika dan perasaan. Bagi mereka yang tidak mampu menyikapi cinta, akibatnya akan menjatuhkan dirinya pada kerusakan karakter, mental, dan moral. Tidak sedikit diantara remaja yang pendidikannya berantakan karena tidak mampu menahan gejolak cinta. Banyak juga remaja yang memiliki karakter dan mental tidak baik karena salah memahami cinta. Bahkan, saat ini hampir sedikit lagi para remaja akan kehilangan moral karena pergaulan bebas yang diatasnamakan cinta.Oleh sebab itu, Islam memberi aturan dan ketentuan bagi para pemeluknya dalam menjalani cinta, khususnya dalam hal ini bagi para remaja. Sebelumnya, perlu ada klafiksi tentang cinta dari aspek waktunya. Ada cinta yang dijalani jauh sebelum pernikahan. Ada cinta yang dijalani pra pernikahan. Dan, ada cinta yang dijalani setelah pernikahan.Dari klasifikasi di atas, yang rawan terjadi kecelakaan dalam menjalani cinta adalah yang pertama, mejalani cinta jauh sebelum masa-masa pernikahan. Bagaimana Islam menyikapi cinta yang seperti ini? Apakah Islam tidak memberi rekomendasi pada seseorang yang menjalani cinta jauh sebelum pernikahan? Atau, malah Islam tidak mengakui cinta yang seperti itu?Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, tuntaskan dulu dua klasifikasi cinta tersebut. Tentang cinta yang dijalani pra sebelum pernikahan adalah cinta yang sudah terikat dengan akad khitbah (tunangan). Cinta yang seperti ini sudah dipastikan Islam merekomendasi. Karena sudah ada kepastian alasan dan niat dalam menjalani cinta. Untuk klasifikasi yang terakhir, cinta seperti itulah yang menjadi cita-cita Islam.Kembali pada klasifikasi cinta yang pertama. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa kehadiran cinta tidak disengaja, dibuat-buat, apalagi dipaksa. Lantas bagaiaman jika cinta hadir di saat masa-masa yang jauh dari masa pernikahan? Semisal di saat masa pendidikan. Sekali lagi, Islam tidak menghukumi cinta. Islam hanya menghukumi apa-apa yang menjadi sikap yang nyata.Jadi, silakan saja mejalin hubungan cinta atau menjalani cinta di saat itu. Tetapi ketentuan tiga hal: cara, alasan, dan niat, harus dijadikan pedoman. Cara menjalani cinta sebagaimana aturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh ajaran Islam. Alasan dan niat yang juga sangat penting dalam menjalani cinta. Jika alasan dan niatnya salah, secara otomatis caranya pun juga pasti salah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar