Cinta terbesar dan cinta hakiki bagi orang yang beriman ialah cinta kepada Allah. Sehingga cinta kepada Allah-lah yang seharusnya menjadi motivator terbesar dan tidak terbatas

Selasa, 19 Maret 2013

Bila Cinta Ternoda


Cinta itu anugrah, maka berbahagialah, sebab kita sengsara, jika tak punya cinta …
Lagi-lagi kata cinta yang jadi bahan tulisan. Memang benar tema cinta itu tak ada habis2nya, lain kesempatan masih ada yang ingin saya tuliskan lagi. Entahlah, yang jelas saya tidak lagi kasmaran. he…
Kehidupan manusia dalam melangkah menyusuri hidupnya terdiri dari berbagai fase. Hal tersebut menjadikan kita untuk dapat belajar dari fase-fase yg telah dilakukan orang lain sebelumnya dan tentunya akan secara otomatis pula akan memiliki berbagai fase hidup dari apa yang telah dilaluinya.
Salah satu fase kehidupan manusia yang banyak berkaitan dengan cinta adalah pernikahan. Sebelum manusia masuk dalam tahap itu, perasaan cinta tentu jadi alasan awal seseorang memutuskan untuk menikah. Pernikahan yang dilandasi dengan perasaan cinta tentu akan memberi kebahagiaan berbeda dibanding pernikahan tanpa cinta.Tapi benarkah demikian? Benarkah cinta akan selalu jadi jaminan kehidupan seseorang menjadi bahagia? Berapa banyak korban yang tak bahagia karena cinta?
Sebuah kisah yang dialami Nano dan Nani. Sebagai mahasiswa yang sama-sama merantau jauh dari orang tua, keduanya senantiasa tak terpisahkan. Segala keperluan Nano sebisa mungkin dibantu Nani, begitu juga sebaliknya. Kemanapun Nani pergi, Nano akan mengantar sepenuh hati.
Rasa haus kasih sayang dari orang tua yang jauh di luar kota seolah tergantikan dengan hadirnya sang kekasih. Nano begitu terbuai dengan kecantikan Nani, begitu bahagia memperoleh kembang kampus yang jadi incaran setiap kumbang. Apapun keinginan Nani, Nano selalu berusaha memberikannya. Nani merasa senang tak terkira karena Nano selalu berusaha menyenangkannya. Hari-hari di mata kedua insan itu hanya ada cinta.
Setahun berlalu, tanpa disadari keakraban yang tanpa kendali akhirnya berbuah keintiman. Ya, setan tak kan pernah lengah menggoda untuk menjerumuskan umat manusia. Akhirnya Nani positif hamil meski segala usaha telah dilakukan untuk menggugurkan janin yang terlanjur berkembang dalam rahim. Tapi Allah berkehendak lain, bayi itu terus bertahan dalam perut ibunya. Keduanya mulai panik dan saling menyalahkan satu sama lain. Bagaimana dengan kuliah yang baru dijalani separuh jalan? Belum lagi rasa malu dan murka orangtua yang menghantui setiap hari. Dengan berat hati akhirnya Nano mengaku kepada orang tuanya dan minta segera menikah karena Nani sudah berbadan dua.
Konsekuensi menikah yang belum dipahami Nano dan Nani membuat keduanya tak mampu mengontrol emosi. Nano dituntut untuk menafkahi istri dan calon bayinya. Sementara kuliah belum lagi selesai. Dan keduanya juga bukan dari keluarga berada sehingga orangtua mereka tak punya cukup biaya membiayai kuliah dan rumah tangga anaknya sekaligus.
Temperamen keduanya mulai timbul. Jika selama ini saling menutupi, maka di saat kondisi mulai tidak kondusif, sifat-sifat buruk akhirnya muncul. Walhasil tamparan dan makian mengisi hari-hari keluarga belia tersebut. Nani yang dikenal Nano sebagai perempuan cantik dan manis ternyata tak segan-segan menampar Nano tanpa rasa takut. Akhirnya, cinta itu meninggalkan trauma mendalam. Keduanya kemudian memutuskan bercerai setelah sang jabang bayi lahir dan baru berusia satu minggu.
Dari cerita diatas jelaslah sudah mengenai pertanyaan2 diawal tulisan ini. Salah satu cerita saja bisa mewakili untuk menjadikan suatu jawaban mengenai cinta. Menata hati dan menjaga cinta senantiasa patut dilakukan untuk dapat mengindahkannya. Wallahualam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar