Generasi
awal pemimpin bangsa Indonesia adalah pemikir dan konseptor
Generasi awal pemimpin bangsa
Indonesia adalah pemikir dan konseptor. Jauh sebelum Indonesia merdeka,
gagasan-gagasan ideal mengenai Indonesia masa depan sudah dimatangkan dalam
pemikiran para pendiri bangsa. Sebut saja: Tan Malaka, Soekarno, Hatta,
Sjahrir, dan lain-lain.
Tidak terkecuali gagasan mengenai
strategi perekonomian. Artikel kali ini mencoba menelusuri strategi
perekonomian salah seorang pendiri bangsa: Soekarno. Frans Seda, yang pernah
menjadi menteri menjelang akhir kekuasaan Bung Karno, menganggap pengetahuan
Bung Karno tentang ekonomi sangatlah berbobot. .
Zaman ketika Bung Karno membentuk
pemikirannya, kira-kira di awal abad ke-20, pengaruh marxisme sangat mencolok.
Soekarno sendiri mencoba menggunakan analisa marxisme untuk menjawab
persoalan-persoalan ekonomi Indonesia. .
Untuk mengurai pemikiran Bung Karno
mengenai strategi perekonomian, saya akan bertolak pada salah satu pidato Bung
Karno. Pada tahun 1963, Bung Karno menyampaikan pidato berjudul “Deklarasi
Ekonomi”. Meski tidak terlalu panjang dan mendetail, namun pidato itu cukup
memadai guna mengantar kita memahami strategi dasar pemikiran Bung Karno. .
Dua tahap revolusi
Bung Karno, seperti juga Bung Hatta,
meletakkan politik sebagai pembuka jalan bagi kebijakan perekonomian. Jadi,
politik mempanglimai proses pembangunan ekonomi nasional.
Soekarno memaknai proses perjuangan
bangsa menggapai cita-citanya sebagai sebuah proses revolusi. Di sini, ia
membagi dua tahap revolusi Indonesia: tahap pertama adalah nasional demokratis
dan tahap kedua disebut revolusi sosialis.
Tapi dua-tahapan ini tidak
dipisahkan oleh tembok; tidak terpisahkah alias tidak terputus-putus. Bagi Bung
Karno, revolusi nasional-demokratis merupakan prasayarat dan sekaligus
persiapan menuju tahap revolusi sosialis. Ada kemiripan dengan gagasan Lenin: dua
tahap revolusi yang tidak terinterupsi.
Pada tahap revolusi
nasional-demokratis itu, politik perekonomian Indonesia harus berjuang
menghapuskan sisa-sisa feodalisme dan imperialisme. Sedangkan pada tahap
revolusi sosialis, tugas perekonomian Indonesia adalah menciptakan masyarakat
tanpa penghisapan manusia atas manusia (tanpa exploitation de I’homme par
I’homme).
Di sini, perlu ditekankan, bahwa
Soekarno menolak pandangan kaum evolusioner tentang keniscayaan transisi dari
pertanian yang bercampur dengan industri kecil menuju tingkat kapitalisme
industrial.
Soekarno juga menentang pendapat
kaum fasen-sprong, bahwa masyarakat agraris bisa langsung meloncat ke
masyarakat sosialis tanpa melalui kapitalisme.
Soekarno, seorang penganut
materialisme-historis, menganggap dua pendapat di atas tidak sesuai dengan
hukum objektif perkembangan sejarah. Tahap industrialisasi, misalnya, tidak
akan tercapai jikalau ekonomi nasional dibelenggu oleh feodalisme dan
imperialisme.
Strategi dasar perekonomian
Kita sedang dalam tahap revolusi
nasional-demokratis. Pada tahap ini, seperti diterangkan Soekarno, tugas
ekonomi kita adalah menghapus sisa-sisa imperialisme dan feodalisme di
lapanngan ekonomi.
Di sini, Soekarno menjelaskan, pada
tahap nasional-demokratis mutlak diadakan mobilisasi seluruh potensi ekonomi
nasional, baik potensi pemerintah maupun koperasi dan usaha swasta, guna
meningkatkan produksi dan menambah penghasilan negara.
Soekarno mengatakan: “..yang harus
diselenggarakan sekarang ialah memperbesar produksi berdasarkan kekayaan alam
yang berlimpah-limpah dan meletakkan dasar-dasar untuk memulai
industrialisasi.”
Soekarno menyakini, di negara baru
merdeka seperti Indonesia, modal utama pembangunannya adalah kekayaan alam.
Dengan demikian, titik tekan utama pembangunan adalah pertanian dan perkebunan.
Disamping, pemerintah juga mulai mengelola kekayaan pertambangan.
Ada yang menarik dari pemikiran
ekonomi Bung Karno: ia meletakkan massa rakyat sebagai tulang-punggung
pembangunan ekonomi. Nah, kekuatan massa rakyat inilah yang diolah dengan
semangat gotong-royong. Inilah yang sering dilupakan ekonom-ekonom sekarang!
Soekarno faham betul, bahwa
sekalipun imperialisme bisa dipukul di dalam negeri, tetapi secara
internasional ia akan terus menciptakan rintangan. Makanya, agar ekonomi
Indonesia tidak terisolasi, maka mutlak kerjasama ekonomi dan perdagangan
terutama dengan negara-negara “new emerging forces” (Nefo), yakni negara-negara
anti-kolonial yang baru merdeka dan blok sosialis.
Soekarno juga menganjurkan agar
pembangunan dimulai dari “modal dan kekuatan yang kita punyai”. Saya kira, ini
adalah prinsip dasar pemikiran Soekarno: “self-reliance” (jiwa yang percaya
kepada kekuatan sendiri) dan “self help” (jiwa berdikari) —yang kemudian
disempurnakan menjadi konsep Berdikari.
Ada tiga syarat mutlak memulai
pembangunan nasional:
Pertama, penguasaan bangsa Indonesia
atas keseluruhan aktivitas ekonomi. Ini penting guna melikuidasi sisa-sisa
ekonomi kolonialis dan imperialis, yang selalu merintangi rencana pembangunan
revolusioner. Pada tahun 1960-an, kata Soekarno, 80% aktivitas ekonomi sudah
ditangan bangsa Indonesia.
Kedua, pemerintah harus menyusun
rencana aktivitas ekonominya secara konsepsional, organisasional, dan
struktural. Pada saat itu, bangsa Indonesia sudah punya program yang disebut
“Rencana Pembangunan Semesta Berencana”.
Ketiga, memperkuat tenaga-tenaga
revolusi sebagai inti atau tulang-punggung dari pembangunan ekonomi.
Berikut beberapa rancangan
konsepsional, organisasional, dan struktural untuk memulai pembangunan:
1. Pola Pembangunan Nasional Semesta
Berencana yang sudah disahkan dan ditetapkan MPRS.
2. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA
1960) dan Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil.
3. Peranan pemerintah dalam
industrialisasi dan perdagangan internasional.
4. 4.Penyusunan PN, PDN, BPU, Dewan
Perusahaan, OPS, Koperasi dan sebagainya.
Nah, ada satu lagi sikap Bung Karno
yang menarik: janganlah rakyat menganggap negara sebagai sinterklas, yakni
pemberi segala-galanya. Soekarno menekankan bahwa capaian ekonomi haruslah
merupakan hasil perjuangan rakyat Indonesia bersama pemerintah.
Bagi Soekarno, sosialisme Indonesia
tidaklah jatuh dari langit sebagai air embun di waktu malam, melainkan sebagai
hasil keringat perjuangan bangsa Indonesia. Sosialisme Indonesia sebagai hasil
pembantingan-tulang dan penguluran tenaga bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar